Peningkatan Bystander CPR Dengan Pemanfaatan Media
Teknologi
Yang di Evaluasi Dengan Sistem HOT
https://pixabay.com/id/photos/darurat-jantung-penyelamatan-3016877/ |
Abstrak
LatarBelakang
: Kejadian henti jantung dapat terjadi di waktu dan tempat yang tidak terduga.
Terhentinya sirkulasi dan ventilasi jantung membutuhkan tindakan segera
berupa pemberian CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation). Tindakan CPR merupakan
upaya pemenuhan oksigen dalam darah melalui pijat jantung dan bantuan nafas
baik manual maupun dengan alat bantu. Pelaksanaan tindakan CPR sebagai metode
pertolongan pertama kepada henti jantung, dapat dilakukan oleh orang pertama
dan terdekat yang memiliki kompetensi pemberian CPR (Bystander CPR).
Peningkatan Bystander CPR dilakukan melalui pelatihan CPR khusus awam, metode
yang digunakan sebagai media pelatihan dengan pemanfaatan media teknologi.
Pelatihan CPR awam memerlukan metode evaluasi yang efektif untuk meningkatkan
kualitas pemberian CPR oleh awam. Evaluasi dengan sistem HOT (Hand of Time)
dapat dilakukan sebagai satu metode evaluasi dalam pelatihan Bystander CPR. Peningkatan Bystander CPR Dengan Pemanfaatan Media Teknolog Yang di
Evaluasi Dengan Sistem HOT dinilai
cukup efektif.
Metode :
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka, sedangkan
tujuan penelitian ini mengumpulkan dan menganalisis artikel yang berkaitan
dengan Peningkatan Bystander CPR. Cara pengumpulan data dengan database
elektronik yang dilakukan oleh EBSCO, Proquest dan clinicalkey dan menggunakan
kata kunci CPR and Bystander CPR and HOT. Kriteria dari articlets diterbitkan
pada periode 2005-2014.
Hasil :
Penyebarluasan pendidikan publik dan peningkatan ketrampilan masyarakat tentang
CPR bisa meningkatkan jumlah bystander CPR di kalangan masyarakat. Sehingga
ketika menjumpai pasien dengan henti jantung, masyarakat dapat segera siap
siaga untuk mengenali tanda dan gejala pasien dan segera memberikan penanganan
CPR sambil menunggu pertolongan dari rumah sakit datang. Dengan begitu dapat
berpengaruh pada peningkatan survival rate dari pasien henti jantung yang
terjadi di luar rumah sakit (OHCA).
Kesimpulan :
Beberapa program clasical masih dapat dilakukan antara lain penyebaran
informasi melalui media cetak ataupun penyuluhan di komunitas, tempat umum,
tempat kerja, maupun sekolah. Program lainnya dengan pemanfaatan teknologi
adalah dengan peningkatan keterampilan bystander CPR melalui metode pelatihan
modern dengan pemanfaatan video dan e-learning. Hasil yang dievaluasi melalui
sistem HOT (Hand Of Time) dengan mengobservasi pelaksanaan bystander CPR.
Diharapkan hasil evaluasi dari HOT dapat menurun sehingga tercapai re-coil
dinding dada.
Kata Kunci :
Bystander CPR, Media Pelatihan, Evaluasi system HOT
Latar
Belakang
Manusia
adalah mahluk yang tidak memiliki cadangan oksigen. Pada keadaan gagal nafas
karena obstruksi atau ketidakmampuan paru berekspansi maka oksigen dalam paru
akan habis dalam waktu 1,5–2 menit dan sementara tidak ada oksigen yang masuk,
maka metabolisme tubuh memanfaatkan oksigen darah yang akan habis dalam waktu
4–5 menit, kemudian jantung berhenti dan beberapa detik kemudian otak mengalami
kerusakan irreversible. Jantung dan Otak adalah dua organ fital manusia, bila
kedua organ ini tidak mendapatkan oksigen maka akan terjadi kematian sel (GELS,
2011. HIPGABI, 2012).
Kehabisan
oksigen dalam paru dan dalam darah dapat berlangsung lebih cepat lagi bila
ternyata keadaan pasien sudah dalam keadaan hipoksia sebelumnya. Berdasarkan
hal ini kebutuhan oksigen bagi tubuh sangat penting terutama untuk memanjangkan
waktu pemakaian oksigen, oleh karena itu diperlukan resusitasi pada jantung,
paru dan otak. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO) adalah terjemahan
dalam bahasa indonesia, namun yang sering dipakai adalah Cardio Pulmonary
Resuscitation (CPR). Tindakan CPR ini merupakan gambaran pemenuhan oksigen
dalam darah melalui pijat jantung dan bantuan nafas baik manual maupun dengan
alat bantu.
Indikasi
yang jelas pada keadaan henti nafas lalu henti jantung pada keadaan yang perlu
bantuan hidup dasar. Tujuan dari pemberian bantuan hidup dasar ini adalah
mencegah berhentinya sirkulasi, memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi
dan ventilasi. Tindakan bantuan hidup dasar ini adalah bagian dari CPR 2012.
Guideline CPR 2010 saat jantung mungkin belum berhenti sama sekali, mungkin
jantung masih berdenyut tetapi lemah dan mulai melambat (severe bradycardia)
diharapkan jantung sudah dipijat cukup berdasarkan pemeriksaan pasien tidak
sadar dan tidak bernafas. Bantuan tindakan ini harus segera dilakukan pijat
jantung (chest compression) sebelum 5 menit jaringan otak terlanjur menjadi
rusak dan irreversible, bahkan kalau terpaksa dilakukan pijat jantung saja
tanpa nafas bantuan (chest compression-only CPR).
Tindakan
bantuan hidup dasar ini boleh dilakukan oleh orang awam, siapa saja yang telah
mendapatkan pelatihan bantuan hidup dasar. Diwajibkan segera meminta bantuan
untuk kemudian dapat dilanjutkan oleh tenaga ahli dengan pemasangan alat bantu
jalan nafas atau intubasi, monitoring EKG, pemberian obat serta penggunaan
defibrilator.
Dalam 3
dekade terakhir angka kematian banyak di sebabkan karena artery coronary
disease saat diluar Rumah Sakit secara tiba-tiba dan hampir 50.000 kejadian
henti jantung terdokumentasi tiap tahun di japan. Angka kematian henti jantung
diluar RS (OHCA) adalah kasus klinik yang menjadi salah satu terpenting. Hal
ini menjadi dasar tindakan resusitasi pada kejadian OHCA yang tergantung dari
inisiasi awal CPR dan defibrilasi dan CPR oleh bystander seharusnya dapat
meningkatkan peluang hidup bagi pasien. Meskipun efektifitas dari Bystander CPR
masih diragukan, sebenarnya CPR oleh bystander harus dirutinkan.
Data dari
penelitian sebelumnya yang mengindikasikan Pelatihan CPR mampu meningkatkan
kesediaan untuk melakukan CPR dan ini ikut meningkatkan angka pertolongan oleh
bystander CPR. Untuk meningkatkan bystander CPR, unsurnya dari memfokuskan
pelatihan CPR dan meluaskan program pelatihan CPR setiap 1.620.000 orang per
tahun di japan. Walaupun begitu, banyak data menunjukkan efektifitas dari
pelatihan CPR dievaluasi dari pertunjukan kemampuan CPR atau Kebenaran dalam
melakukan CPR dan sedikit dari efektifitas itu dari kemampuan penolong pada
keadaan emergensi atau pada pasien dengan OHCA (tanigawa, 2011). Dari gambaran
tersebut dapat ditarik kesimpulan sebenarnya kejadian henti jantung dapat
terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Hal ini yang mendasari harus
dibentuknya bystander CPR sebagai penolong pertama pada keadaan henti jantung.
Tentunya pembentukan bystander CPR ini melalui pelatihan secara rutin dan
pemilihan bystander sesuai dengan kemampuan dan kemauan.
Manfaat
Masyarakat
yang telah mendapatkan pelatihan CPR memiliki peningkatan kemauan melakukan CPR
dari pada yang belum mendapatkan pelatihan (tanigawa, 2011). Hasil dari
penelitian di japan ini dapat menjadi realita masyarakat yang telah memiliki
kemampuan melakukan CPR akan memiliki kemauan untuk menolong bila ada dalam
keadaan ada orang yang mengalami henti jantung. Tentunya tidak semua masyarakat
diberikan pelatihan CPR tapi harus memiliki sasaran masyarakat untuk pendidikan
publik dan ketrampilan CPR dapat ditujukan untuk masyarakat di tempat-tempat
umum (bandara, stasiun, terminal, pasar), anak sekolah maupun di tempat kerja.
Harapannya,
dengan penyebarluasan pendidikan publik dan peningkatan ketrampilan masyarakat
tentang CPR bisa meningkatkan jumlah bystander CPR di kalangan masyarakat.
Sehingga ketika menjumpai pasien dengan henti jantung, masyarakat dapat segera
siap siaga untuk mengenali tanda dan gejala pasien dan segera memberikan
penanganan CPR sambil menunggu pertolongan dari rumah sakit datang. Dengan
begitu dapat berpengaruh pada peningkatan survival rate dari pasien henti
jantung yang terjadi di luar rumah sakit (OHCA). Pelaksanaan bantuan hidup
dasar pada henti jantung memiliki prosedural yang sesuai dengan guideline AHA
2010 diantaranya penilaian awal apakah terjadi henti jantung, mengaktifkan EMS,
tindakan dini pelaksanaan CPR, dan segera defibrilasi bila ada indikasi.
Bystander CPR yang telah mendapatkan pelatihan BLS/ bantuan hidup dasar akan
melaksanakan secara otomatis prosedural tindakan penanganan henti jantung.
No comments:
Post a Comment